Merangkul Alumni, Merawat Gagasan: Refleksi untuk Lembaga Pesantren
Dalam dunia pendidikan, terutama lingkungan pesantren, hubungan antara lembaga dan alumninya seharusnya terikat kuat oleh nilai-nilai ukhuwah, keberkahan ilmu, dan tanggung jawab moral. Namun, tak jarang kita menyaksikan fenomena ironis: alumni yang telah sukses dan diakui kiprahnya justru tidak mendapat tempat dalam almamater yang telah mendidiknya. Ini adalah kenyataan yang patut direnungi bersama.
Alumni Bukan Kompetitor, Mereka Adalah Amanah
Seorang alumni yang menempuh pendidikan di pesantren adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah lembaga tersebut. Ketika mereka kemudian tumbuh menjadi tokoh pendidik, pendiri lembaga, penulis, atau pemikir, sejatinya mereka sedang memanifestasikan nilai-nilai yang pernah ditanamkan oleh pesantren. Mereka bukan pesaing, tapi perpanjangan tangan keberhasilan pendidikan pesantren itu sendiri.
Alumni yang mendirikan lembaga pendidikan tidak sedang menggerogoti reputasi almamaternya, melainkan menyemai benih yang dulu tumbuh dari rahim pesantren. Menjadikan mereka sebagai “kompetitor” hanya karena mereka menonjol adalah bentuk penyempitan pandangan terhadap makna keberhasilan dalam dunia pendidikan.
Ironi Tak Dirangkul: Ketika Ilmu Terabaikan
Fenomena ini terasa lebih getir ketika alumni yang telah mengharumkan nama pesantren melalui karya-karya dan kontribusi keilmuan mereka justru tidak dirangkul. Bahkan ada yang merasa diabaikan, tidak diberi ruang, atau tidak diajak berdiskusi dalam forum-forum strategis almamater. Padahal, mereka telah membuktikan kualitas intelektual, spiritual, bahkan manajerialnya secara terbuka dan diakui publik.
Apakah almamater telah begitu sempit dalam menilai kiprah anak didiknya sendiri? Ataukah ada rasa tidak nyaman jika alumni terlihat lebih menonjol dari para pengurus atau figur yang kini memimpin lembaga?
Jika demikian, maka yang hilang bukan sekadar relasi kelembagaan, tetapi juga keberkahan ilmu yang seyogianya terus mengalir dalam lingkaran sanad keilmuan.
Mengapa Harus Dirangkul?
Ada beberapa alasan mendasar mengapa alumni yang berkiprah luar biasa di bidang pendidikan harus dirangkul, bahkan diberi mandat kontribusi oleh almamater:
1. Rekam Jejak yang Kredibel
Alumni tersebut telah terbukti dalam bidangnya. Merangkul mereka berarti menyambungkan pesantren dengan jejaring pengaruh pendidikan yang lebih luas.
2. Pengakuan Lembaga Lain
Jika lembaga lain telah menghormati dan menjadikan alumni kita sebagai referensi, mengapa kita tidak? Jangan sampai rumah yang membesarkan justru menutup pintu.
3. Teladan Bagi Generasi Muda
Santri hari ini membutuhkan role model nyata. Alumni sukses adalah inspirasi yang menunjukkan hasil konkret dari proses pendidikan pesantren.
4. Peluang Kolaborasi dan Kemajuan
Kolaborasi antara pesantren dan alumninya yang telah sukses dapat memperluas manfaat, membuka akses, dan mempercepat kemajuan lembaga.
5. Kembali ke Nilai Asal: Tawadhu dan Amanah Ilmu
Sejatinya, dalam nilai-nilai pesantren, terdapat adab besar yang menjadi pegangan: tawadhu’ kepada guru dan tawadhu’ kepada ilmu. Jika alumni kita telah menjadi ahlul ilmi dan ahlul amal, maka merangkul mereka adalah bentuk tawadhu yang sesungguhnya dari institusi terhadap buah yang telah dihasilkannya.
Kita berharap pesantren tidak terjebak dalam mentalitas eksklusif atau feodal yang merasa tersaingi oleh keberhasilan alumni. Sudah saatnya kita menyadari: kebanggaan sejati pesantren bukan ketika ia menonjol sendirian, tapi ketika seluruh alumninya turut bersinar dan menyinari.
Kesimpulan
Pesantren harus menjadi rumah yang membuka pintu bagi siapa pun, terlebih bagi anak-anaknya sendiri yang telah menempuh perjalanan panjang membawa nilai-nilai pesantren ke ruang publik. Jangan biarkan ego dan rasa takut terhadap bayang-bayang kehebatan alumni justru merusak warisan besar yang telah dibangun.
Merangkul alumni bukan hanya tindakan strategis, tapi sebuah amanah sejarah. Sejarah akan mencatat, mana pesantren yang hanya meluluskan, dan mana yang benar-benar membesarkan.