Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Sermon Monotone" Membuat Santri Depresi Tidak Betah Di Pesantren

"Sermon Monotone" Membuat Santri Depresi Tidak Betah Di Pesantren

Secara bahasa kata sermon dimaknai dengan "ceramah atau khotbah" dan Montone artinya berulang-ulang dengan nada yang sama, bisa juga dimaknai dengan datar atau hambar

Sermon Monotone dapat dipahami dengan perilaku seseorang yang tampil berbicara dengan pernyataan datar, tidak variatif atau tayangan penampilan berulang-ulang yang memberi kesan jenuh atau membosankan 

Peran Pesantren Dalam Proses Pendidikan

Santri yang menjalani kehidupan dalam populasi dan lingkungan terbatas akan rentan mendapati rasa jenuh atau bosan, terlebih lagi dengan besarnya gejolak kehidupan luar yang bebas disertai dengan pengaruh penggunaan tekonologi dan hingar bingar hiburan. 

Setiap pesantren tentunya memiliki pola tersendiri dalam mengantisipasi rasa bosan dikalangan santri dengan menyajikan berbagai kegiatan pendukung dalam bentuk entertaint namun tidak melepas unsur nilai pendidikan.

Artinya, di dalam lingkungan pesantren, santri tidak hanya dikungkung pada aktivitas belajar atau mengkaji saja. Konsep pendidikan pesantren itu variatif dengan menerapkan program penunjuang yang berpotensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sajian hiburan atau sekedar melepas kesibukan sesaat.

"Sermon Monotone" Imbas Pada Kalangan Santri

Kendatipun demikian, tetap saja rasa jenuh atau bosan tidak dapat dibendung sepenuhnya, selalu saja terdapat persoalan yang tidak dapat diprediksi kehadirannya merasuki pemikiran kalangan santri.

Salah satu penyebabnya adalah "Sermon Monotone"

Fenomena ini bisa saja terjadi dari ketidakseimbangan pola ajar dari guru pendidik atau guru pengasuh di pesantren.

Dimalam hari sebelum tidur, santri diceramahi dengan rentetan teguran atau peringatan, dipagi harinya usai shalat subuh hal serupa juga dilakukan guru pengasuh. Sebelum kegiatan akademik dalam agenda apel pagi seorang guru tampil memberikan ceramah nasehat dan itu berlanjut dilakukan oleh oleh guru lain disetiap sebelum memulai pembelajaran didalam kelas.

Perjalanan waktu berugulir, santri-santri itu terus menerus dicekoki dengan ceramah atau nasihat monoton dan terus berulang-ulang sepanjang hari dan malam.

Mungkin, sebagian guru berkeyakinan bahwa dengan terus menerus memberikan nasihat akan menjadikan proses pendidikan berjalan mulus sehingga membuat santri bersemangat belajar dan tidak melakukan kesalahan, namun sebenarnya dengan pola itu justru menciptakan rasa bosan yang sangat berat.

Seorang anak yang dasarnya baik, patuh dan taat dengan aturan serta memiliki semangat belajar yang tinggi bisa saja berubah kearah yang bertolak belakang dari sikap dasarnya, hal ini disebabkan karena ia merasa terus menerus dipersalahkan dengan mendapat ceramah nasehat dari guru-gurunya, saban hari dan malam suasana itu ia lalui.

Terlebih lagi jika pola nasehat yang disajikan guru tidak terdapat apresiasi atau hanya berfokus pada peringatan dan teguran.

Kontrakdiktif Pemikiran Pendidik

Dalam dunia pendidikan pada prosesnya, seorang pendidik memang harus peka terhadap segala tindakan kesalahan yang dilakukan peserta didik dengan memberi nasehat sembari menegur pelaku secara langsung.

Sebagian berpendapat bahwa boleh-boleh saja seorang guru pendidik tampil memberi nasehat dan teguran dihadapan seluruh peserta didiknya dengan tujuan menghasilkan efek jera terhadap pelaku dan peserta didik lain tidak terkontaminasi. 

Boleh atau tidak, kembali pada prinsip masing-masing guru, namun yang menjadi titik fokus adalah sikap para guru yang selalu tampil memberi nasehat dan teguran dengan pola yang sama dan itu dilakukan secara terus menerus.

Kesimpulan

Sejatinya, santri pesantren dengan segala keterbabatasan langkah dan ikatan segenap aturan yang diberlakukan, mereka sangat membutuhkan motivasi dan disertai apresiasi, guru tidak hanya sekedar memberi nasehat dan teguran saja.

Santri-santri pesantren yang terus menerus diceramahi sepanjang hari dan malamnya, mereka akan merasa bosan dan jenuh sehingga tidak kerasan berada di pesantren.

Ambisi atau semangat guru untuk tampil memberi nasehat merupakan hal wajar yang seharusnya melekat pada jati diri seorang pendidik, namun jika seluruh guru tampil dengan pola yang sama seakan menggempur murid sepanjang waktu, justru hal ini akan melahirkan permasalahan dan gangguan pemikiran dikalangan murid itu sendiri

Posting Komentar untuk ""Sermon Monotone" Membuat Santri Depresi Tidak Betah Di Pesantren"