Jika Pimpinan Mengabaikan Kesejahteraan Guru Pesantren

Table of Contents
Jika Pimpinan Mengabaikan Kesejahteraan Guru Pesantren

Lagi dan lagi, demi memenuhi permintaan pembaca saya harus menulis kembali artikel tentang kesejahteraan guru di pesantren, namun kali ini difokuskan pada kajian sosok pimpinan pesantren, semoga tulisan ini dapat memuaskan para pembaca 

Keliru Memahami Sejahtera

Kesejahteraan tidak hanya diukur dengan pendapatan semata namun juga harus ada kenyamanan dan ketentraman serta keharmonisan sosial yang dibangun bersama.

Selain berjibaku dengan problematika dunia pendidikan dan pengasuhan, guru pesantren juga manusia biasa layaknya manusia diluar sana, memiliki kehidupan lain seperti keluarga dan kolega yang terkadang hal itu menjadi salah satu tanggung jawab baginya dan merupakan bagian saluran pengeluaran.

Guru pesantren juga ingin sesekali memberikan bantuan kepada orangtuanya, ingin membantu ekonomi keluarga, ingin membiayai sekolah anak atau ingin menikah bagi mereka yang berstatus lajang, ingin menghadiri undangan pesta, ingin beli baju, sepatu dan lain sebagainya.

Belum lagi jika berhadapan dengan urusan yang tidak terduga, seperti sepeda motornya mogok diperjalanan, biaya perobatan dan lain-lain yang sifatnya butuh dalam sesaat.

Semua itu merupakan keinginan yang bersifat wajar dan sangat sensitif menuai konflik jika diabaikan.

Terkadang guru pesantren itu dimintai bantuan oleh orangtuanya, berharap dapat membantu kebutuhan keluarga sewaktu-waktu, namun disaat itu pula ia tidak dapat memberi apapun yang ia miliki, untuk sekedar menyenangkan hati orangtua ia rela berhutang kepada orang lain.

Pada situasi lain seorang guru pesantren kerap meminta kiriman uang kepada orangtuanya, padahal ia sudah bekerja selama 3-5 tahun di pesantren. Honor yang ia dapatkan hanya cukup untuk menutupi hutangnya di kantin pesantren dan menutup sedikit pinjaman.

Semua ini harus dipahami dan wajib dimengerti para pimpinan pesantren, jika terjadi pembiaran atau diabaikan tanpa solusi maka kemungkinan terburuknya adalah kinerja guru tidak maksimal, mengurangi potensi semangat kerja, timbulnya rasa malas dan lalai dalam tugas kemudian pada akhirnya terjadi konflik sosial.

Hal Yang Sering Terabaikan
Bagaimana rumitnya situasi seorang guru pesantren yang hendak menikah namun ia tidak mampu menyediakan biaya pernikahan yang terkadang terikat dengan hukum adat, padahal ia sudah cukup lama mengabdikan diri kepada pesantren.

Bagaimana gejolak batin seorang guru pesantren yang tidak mampu memenuhi permintaan istrinya yang masih bersifat standar seperti referesing, mengganti peralatan rumah tangga yang rusak dan lain sebagainya.

Selama pimpinan pesantren tidak mampu mengakomodir maka selama itu pula konflik sosial akan bergejolak, terlebih lagi jika hak-hak guru jauh dari kategori cukup dan itupun penyalurannya tidak tepat waktu dibarengi dengan ketidakharmonisan sikap dan pola bahasa pimpinan yang selalu memberi kesan menekan dan mempersalahkan.

Tinggal menunggu bom waktu yang akan berbicara

Satu kalimat yang perlu diresapi untuk menuju kemajuan dan pengembangan pesantren
Salah satu tugas utama pimpinan adalah memastikan kesejahteraan dan memperhatikan kehidupan guru. 

Salah satu tugas utama guru adalah meningkatkan kualitas kerja

Jika guru sudah mulai sibuk memikirkan kesejahteraannya sendiri maka dapat dipastikan terdapat masalah serius yang harus diselesaikan sesegera mungkin tanpa menunda-nunda waktu. 
Jika dibiarkan begitu saja maka akan terjadi konflik besar yang sulit dibendung dan berakhir dengan keterpurukan integritas pesantren itu sendiri.