Apakah Pimpinan Pesantren Boleh Dikritik ?
Mengkritik pimpinan pesantren hukumnya boleh dan sah-sah saja, tidak ada yang salah jika guru dari kalangan ustad ustazah pesantren mengkritik pimpinannnya. namun tentunya harus dilakukan dengan cara santun dan beradab serta memiliki kekuatan nilai positif.
Untuk mengkritik pejabat publik atau president pun harus ada etika tertentu
Ketika pimpinan dianggap tidak bijak dalam mengambil keputusan atau mementingkan pemikirannya sendiri, mengabaikan kesejahteraan guru, tidak menepati janji, tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemimpin maka hal ini sangat wajar untuk dikritik.
Kritik dapat dilakukan melalui forum pertemuan, dialog langsung secara intens atau tulisan di media sosial. semuanya dapat dilakukan dengan pola yang sehat dan profesional.
Takut Mengkritik
Sangat manusiawi jika guru pesantren tidak berani mengkritik pimpinannya, terlebih lagi jika pimpinan itu merupakan gurunya sendiri atau sang pimpinan seorang figur dan berkharismatik dikalangan masyarakat sosial. Jangankan mengkritik, untuk mengutarakan pendapat saja mungkin tidak memiliki keberanian.
Pasrah dengan segala situasi dan keadaan, menerima begitu saja jika dipersalahkan namun di dalam batin merka sangat tersiksa.
Terkadang keberanian untuk mengkritik itu ada namun ketakutan kehilangan pekerjaan lebih kuat dibadingkan dengan keberanian mengkritik. Ini merupakan alasan yang paling mendasar sehingga banyak guru pesantren memilih untuk diam.
Situasi inilah yang sering luput dari perhatian pimpinan pesantren, Ia terjebak dengan suasana kepimpinanannya yang tidak mendapat perlawanan serius dari bawahan, namun dibalik itu semua ia membiarkan kehancuran bagi pesantren.
Disaat guru sudah merasa tidak nyaman maka dapat dipastikan akan berefek pada kualitas kerja.
Mengkritik Pimpinan Di Media Sosial
Sebaiknya anda sebagai guru pesantren menahan diri untuk tidak bermain kritik di media sosial. Namun jika anda sudah tidak dapat membendung rasa emosional maka uraikanlah kalimat yang tidak mengandung ujaran kebencian atau serangan kepada pribadi pimpinan.
Media sosial merupakan wadah paling kondusif untuk berbagi, di era digital ini media sosial selalu dijadikan saluran untuk menyatakan perasaan, pemikiran dan kritik, namun terkadang pengguna media sosial kerap melakukan cara kritik yang tidak sehat sehingga kalimat kritiknya menuai konflik berkepanjangan bahkan berujung di meja pengadilan.
Harus disadari bahwa kritik di media sosial akan memunculkan berbagai sepekulasi terhadap netizen di dunia maya, sangat rentan mengacu kepada kesalahpahaman. Terlebih lagi jika publik sudah mengenal profesi anda sebagai guru pesantren.
Sama halnya dengan kritik terhadap president, jika kritik atau sindiran bersifat penyerangan terhadap diri president makan akan berpotensi menciderai pandangan negatif terhadap negara. Begitupula dengan pimpinan pesantren. Inilah yang perlu anda perhatikan sebelum membuat kata-kata dan akan mempostingnya di media sosial.
Dibalik Kritik Guru Pesantren
Sebenarnya, Jika guru pesantren mengkritik pimpinannya melalui media sosial bukan berarti guru itu bermaksud jahat. Hal itu ia lakukan mungkin saja didasari dari ketiadaan solusi baginya, ketidak pastian sistem, sudah menyampaikan aspirasi suara hati namun terabaikan begitu saja, dilain situasi ada pula guru yang yang tidak mendapatkan peluang waktu dan tempat yang tepat untuk mengutarakan pemikirannya atau mungkin ia kahwatir berhadapan langsung karena takut dipersalahkan.
Boleh-boleh saja mengkritik atau menyinggung pimpinan pesantren, setidaknya dapat meluapkan isi batin, namun harus dipastikan tidak mempengaruhi lembaga pesantren menjadi negatif terhadap pandangan publik.
Terkadang pimpinan tidak menerima sikap kritik guru di media sosial, bahkan melarang keras namun ia sendiri tidak mengedepankan demokrasi, ungkapan langsung yang diutarakan hanya sekedar angin berlalu bahkan tidak menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada kalangan guru.
Inilah yang akan menjadi dalih persoalan serius dan berkepanjangan dimana banyak manusia memimiliki sederetan akun media sosial yang terus dioperasikan setiap hari melalui smartphone.
Sejatinya tidak guru yang sengaja menyerang atau menjatuhkan pimpinannya, hanya saja ketidakpuasan atau ketidak adilan serta tekanan batin yang dirasakan tak kunjung mendapati solusi. Terlebih lagi jika berkutat pada sektor kesejahteraan, guru tidak mendapat kehidupan yang layak di pondok pesantren padahal ia sudah mempertaruhkan hidupnya, segenap waktu tenaga dan fikiran ia curahkan secara totalitas.
Kritik Media Sosial Harus Berseni
Buatlah tulisan sederhana yang singkat dan padat yang jauh dari unsur kepesantrenan. Anda bisa mencatut kalimat-kalimat jitu dari seorang fakar atau tokoh yang konotasi maknanya serupa dengan yang anda rasakan. Sehingga jikapun postingan itu dipertanyakan publik, dengan mudah anda memberi penjelasan dengan menyatakan hanya sekedar menukil.
Jangan pula anda mencopy ayat Al-Qur'an atau Hadist untuk mengkritik pimpinan di media sosial, sangat dikhawatirkan tidak sesuai konten sehingga menciptakan fitnah.
Resiko Mengkritik Pimpinan
Segala kemungkinan bisa saja terjadi jika anda berani mengkritik pimpinan pesantren, anda bisa kehilangan pekerjaan atau mendapat sanksi tertentu, namun uniknya bisa saja anda mendapat pujian dan penghargaan tertentu, tergantung karakter dan watak pimpinan dan pola kritik yang anda lakukan.
Jika kondisi pesantren tempat anda bekerja menganut sistem pemerintahan oligarki,dimana jabatan tertentu dan posisi strategis dikuasai oleh keluarga dan kolega pimpinan maka sebaiknya anda mengurungkan niat untuk mengkritik.