Kenapa Santri Tidak Betah di Pesantren?
Berpisah dari orangtua, berada didalam ruang lingkup terbatas dan disuguhkan dengan peraturan tertentu, segala sesuatunya telah diatur dengan kata lain tidak bebas, tentunya tidak semua anak menyukai hal tersebut, hal inilah yang menjadikan pandangan beberapa oknum yang menyatakan pesantren adalah Penjara atau Penjara suci, entah itu bermakna konotasi posifitif atau negatif, namun sejatinya segala ketetapan dan kebijakan yang ada di Pondok Pesantren bernilai Disiplin yang mengacu pada pembentukan karakter.
Santri yang merasa tidak betah, jenuh atau timbul rasa ingin pergi meninggalkan pondok pesantren (kabur) ini bukanlah sesuatu hal yang tabu untuk didiskusikan bagi kalangan pendidik pesantren, setiap pesantren secara umum pasti mendapati kasus dimana santri melarikan diri tanpa sepengatuhan guru dengan alasan tidak betah atau bersembunyi disuatu tempat dengan alasan tertentu.
Kenapa bisa terjadi hal demikian..?
Dalam artikel ini penulis memuat dan merangkum Penyebab Santri Tidak Betah di Pesantren, namun sebelumnya penulis ingin menyampaikan bahwa ini hanya pandangan pribadi dari pengalaman dan banyak diskusi, dengan tujuan agar ditelaah untuk kemudahan menemukan solusi, tentunya setiap stakeholder pesantren memiliki cara tersendiri dalam menangani setiap permasalahan sesuai dengan sistem dan kemampuan SDM di pesantren masing-masing.
Penyebab Santri Tidak Betah di Pesantren, penulis membaginya menjadi dua pembahasan untuk memudahkan pemahaman pembaca, faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah penyebab yang menjadikan Santri Tidak Betah di Pesantren yang berasal dari dalam pesantren itu sendiri dan Faktor eksternal fenomenas yang berasal dari luar pesantren, berikut penjelasannya.
Faktor Internal Penyebab Santri Tidak Betah di Pesantren
1. Minimnya Pengawasan
Dalam dunia pondok pesantren menurut saya, nyawa atau jantung pesantren terletak pada pengasuhan santri, yang berperan dalam pengawasan dan pembinaan santri selama menjalani kehidupan di pondok pesantren, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia pendidikan dan pengajaran, segala sesuatu bisa saja terjadi yang bersumber dari pelajar (santri) saat renggang atau minimnya pengawasan guru.
Problem konflik sosial seperti pertikaian antar santri itu lumrah terjadi, dimana anak seusia mereka dalam masa pertmubuhan, namun hal ini akan berpotensi menjadi sesuatu hal yang sangat fatal jika pengawasan guru pengasuh tidak efektif, seorang santri bisa saja merasa tidak betah saat mendapati dirinya selalu menjadi korban bully atau gangguan dari teman-temannya.
Hal ini juga bisa terjadi dari tindakan frontal senioritas, dimana santri terus mendapat tekanan gangguan dari seniornya dan ternyata itu luput dari perhatian guru pengasuh.
Merasa tidak diperhatikan guru, merasa tidak nyaman dan tidak keresahan menjalani kehidupan di pondok pesantren karena selalu menjadi bulan-bulanan teman-teman, membuatnya dirinya tidak betah terkadang memilih kabur dari pesantren.
2. Ketidakadilan
Guru pengasuh yang tidak konsisten dalam menerapkan suatu aturan atau hanya memperhatikan oknum santri, hal ini juga akan menuai polemik bagi santri lain, dimana ia merasa tidak adil, saat melakukan suatu kesalahan ia mendapat hukuman namun ketika melihat temannya melakukan hal yang sama ternyata tidak mendapat hukuman seperti yang ia dapatkan.
Memperlakukan santri secara nepotisme atau memilah perhatian hanya berfokus pada santri tertentu inilah wujud dari ketidakadilan.
Hal ini akan menjadikan kesenjangan bagi santri yang merasa dirinya tidak mendapat keadilan, terkadang berbuat nekat melarikan diri dari pesantren sebuah pilihan untuk mendapat perhatian.
3. Program Monoton
Berada diruang lingkung terbatas dikelilingi dengan pagar atau tembok pembatas, guru pengasuh seharusnya berfikir keras agar santri tidak merasa jenuh dan bosan, menyajikan program pendidikan pengajaran yang menarik atau membuat aktifitas yang menghibur untuk menghilangkan kejenuhan.
Santri adalah manusia yang memiliki insting dan batas daya efektif, tidak bisa dipaksakan terus belajar dari pagi sampai malam, terus menerus menyulang mereka dengan materi-materi pembelajaran, ditambah lagi setiap penyajian materi sangat monoton dan tidak memiliki strategi menarik, bahkan mesin atau robot sekalipun akan rusak jika diugunakan terus menerus.
Saat santri merasa bosan dan merasa kehampaan hidup di pondok pesantren, rasa tidak betah akan mulai membelenggunya, kabur dari pesantren menjadi jalan keluar dari pemikirannya atau terkadang membuat keonaran untuk menunjukkan ketidakpuasan diri.
4. Managemen yang tidak solid
Begitu banyak pesantren yang menawarkan program pendidikan yang menarik minat perhatian masyarakat, menyertaan dalam brosur berbagai sarana yang menggugah selera anak-anak untuk menjadi pelajar didalamnya, namun akan menjadi problem jika ternyata hal tersebut tidak terealisasi dengan baik.
seperti menawarkan pembelajaran keahlian komputer, ternyata Lab Komputer hanya pajangan semata di pesantren, tidak pernah digunakan santri dengan alasan menjaga kerusakan atau hal-hal lain yang ditawarkan namun tidak dipenuhi, hal ini berakibat fatal bagi pesantren itu sendiri, santri akan merasa tidak puas dan merasa dibohongi sehingga membuat mereka tidak betah.
Mungkin hal ini sangat jarang terjadi, namun perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi pesantren kepada masyarakat, terkadang guru pesantren dengan mudah menyebutkan penawaran beasiswa atau bantuan lain untuk menarik minat publik, padahal untuk menuju ke ranah itu syarat dan ketentuan berlaku dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Begitupula program internal yang tidak tertata dengan baik, setiap hari santri disuguhkan dengan kondisi yang tidak pasti, disaat santri sudah bersiap-siap untuk mengikuti suatu kegiatan namun ternyata batal.
atau meniadakan kegiatan secara sepihak, seperti melarang santri untuk bermain menggunakan lapangan karena tempat tersebut digunakan untuk acara lain dan itu terjadi secara rutin.
Managemen yang tidak teratur akan berpotensi menjadikan santri tidak betah, setiap hari berhadapan dengan hal-hal yang tidak teratur dan hal yang tidak pasti.
5. Ketidakmampuan Pihak Pesantren
Setiap pondok pesantren tentunya memiliki problem tersendiri dalam proses mendidik dan mengajar santri, baik pesantren itu berada di perkotaan, perdesaan atau dipedalaman.
apapun problemnya, Pihak pesantren dituntut untuk harus mampu untuk mengahadapi dan menyelesaikan itu semua, jika terjadi pembiaran maka sudah dapat dipastikan santri tidak merasa betah.
Hal ini bisa dilihat dari sektor progres dalam memenuhi kebutuhan santri, seperti tempat tinggal yang layak, penerangan cahaya, air bersih dan penyediaan makan bagi pesantren yang menerapkan sistem tanggungan biaya makan.
Santri adalah anak manusia, jika kondisi pesantren tidak mampu menyediakan air bersih untuk mandi dan minum, sudah dapat dibayangkan mudharatnya, terlebih lagi jika ternyata santri tidak merasa nyaman berada di asrama, atap yang bocor setiap hujan turun tetesannya memasuki ruang tidur mengakibatkan waktu istirahat mereka terganggu atau makanan yang disajikan selalu terlambat dan hal-hal lain.
Selain itu ketidakmapuan dalam menangani kesehatan santri, tidak mampu menyajikan pengobatan atau tindakan cepat dan tanggap pada santri yang mengalami sakit.
Ketidakmampuan ini bisa berpotensi menjadikan Santri Tidak Betah di Pesantren
Faktor Eksternal Penyebab Santri Tidak Betah di Pesantren
1. Paksaan Orangtua
Anak yang dipaksakan orangtua untuk bersekolah dan menjalani kehidupan di pondok pesantren tentunya akan rentan mendapati perasaan tidak betah, namun hal ini terkadang bisa diselesaikan pihak pesantren, menemukan solusi jitu untuk membuat anak tersebut menjadi kerasan dan merasakan nikmat tersendiri berada dilingkungan pesantren.
Untuk mencapai hal tersebut tentunya tidak mudah, harus ada upaya ekstra keras dari guru pengasuh dalam melakukan pendekatan dengan strategi tertentu.
2. Sering dikunjungi Orangtua
Mungkin ini tidak terjadi pada semua santri yang setiap pekan dikunjungi orangtuanya, namun secara umum fenomena seringnya santri mendapati kunjungan berpotensi mewujudkan rasa tidak betah suatu momok yanh mempengaruhi jiwanya untuk ingin kembali pulang ke rumah, situasi ini sangat mempengaruhinya terlebih lagi jika ia kerap mendengar hal-hal menarik di rumah atau diluar sana yang diceritakan orangtua atau saudaranya.
Santri yang sering mendapat kunjungan dari orangtua sangat berpotensi mempengaruhi santri lain yang mendapati kondisi yang berbeda, batinnya akan merasa kegelisahan yang berujung menuai kesedihan dengan kondisi dirinya yang sangat jarang bertemu orangtuanya.
Tidak heran, jika ada santri yang merasa tidak betah melarikan diri dari pesantren, pulang ke kampung halaman dengan dalih motivasi kerinduan pada orangtuanya, hal ini dipicu dari situasi hidup yang ia rasakan di pondok pesantren, saban hari melihat teman-temannya yang selalu mendapat kunjungan.
3. HP / Gadget
Tidak jarang terjadi di berbagai pondok pesantren ditemukan HP / Gadget berada ditangan santri, hal ini terjadi dari tindakan orangtua yang keliru, memenuhi keinginan anak dengan alasan agar anaknya betah dan mau tinggal di pesantren
atau mungkin sang anak membawa HP / Gadget masuk ke pesantren tanpa sepengatahuan orangtuanya.
Santri yang membawa HP / Gadget ke pondok pesantren akan menuai kelalaian dan akhirnya tidak merasa betah saat barang tersebut diketahui dan ditangkap gurunya.
Dalam hal ini, penulis juga menyatakan bahwa guru pesantren yang menggunakan HP / Gadget didepan santri berpotensi mempengaruhi kesenjangan pada insting pemikiran santri, terlebih lagi jika HP / Gadget digunakan bermain game dan itu disaksikan santri-santrinya .
4. Penyakit Bawaan
Penyakit yang diderita santri yang membuatnya ia tidak bisa mengikuti berbagai aktifitas di pondok pesantren bisa berpotensi membuatnya tidak merasa betah, seperti penyakit jantung, gangguan pada lambung dan penyakit dalam lainnya.
Merasa tidak betah bisa terwujud dari perasaan yang tidak mendapat perhatian seperti yang ia dapat dari orangtunya, tidak mendapat layanan perawatan seperti di rumah, akhirnya berakibat perasaan tidak namuan, namun terkadang tidak sedikit pesantren yang mampu mengatasi dan menangani hal tersebut, semua itu bergantung pada SDM dan kemampuan guru dan staf pesantren, bahkan dengan Taqdir Allah terjadi peristiwa ajaib, santri mendapat kesembuhan di pondok pesantren, namun hal ini tentunya tidak bisa diukur dengan akal sehat manusia.
Secara umum, jenis penyakit dalam yang diderita santri sebelum masuk ke lingkungan pesantren terkadang mempengaruhi dirinya untuk tidak mampu bertahan.
5. Pesantren Terbuka
Hal ini bisa termasuk dalam faktor internal dan eksternal, Pesantren Terbuka yang dimaksud penulis adalah pondok pesantren yang tidak memiliki aturan pada pengunjung dari luar, siapa dan kapan saja orang dari luar bisa masuk ke dalam lingkungan pesantren dengan bebas.
Selain berpotensi mudahnya masuk barang-barang yang mengganggu kestabilan pendidikan dan pengajaran pesantren, hal ini juga mempengaruhi rasa ketidak kerasan santri berada di pondok pesantren.
Begitu banyak santri yang meminta pindah dari pesantren karena terpengaruh dengan teman-teman sebayanya diluar pesantren, dimulai dari seringnya mereka berkunjung dengan menunjukkan nikmatnya kebebasan diluar sana.
6. Sering Izin Pulang
Jika santri sering izin pulang meninggalkan pesantren, pastinya akan berpotensi menjadikan dirinya tidak fokus dengan pelajaran, menjalani dan menikmati kehidupan diluar beberapa saat, akan membutuhkan waktu untuk menetralisir jiwa sekembalinya berada dilingkungan pesantren.
Diberbagai daerah, terkadang hal ini selalu menjadi problem serius, dimana santri dengan mudahnya mendapat izin untuk pulang meninggalkan komplek pesantren dengan alasan kenduri pernikahan saudara, acara keluarga, ulang tahun, mengantar orangtua haji/umroh, bahkan uniknya agenda reuni orangtua terkadang sang anak harus diikutsertakan menjemputnya dari pesantren.
Dalam suatu kondisi terkadang pihak pesantren merasa sulit menahan keinginan orangtua yang telalu memaksakan kehendak untuk menjemput anak.
Berbeda halnya jika terjadi musibah/kemalangan, tentunya hal ini wajib dimaklumi, bahkan pihak pesantren pun akan berkontribusi jika santrinya mendapati musibah, seperti orangtua meninggal atau terjadinya suatu bencana.
Kesimpulan:
Inilah beberapa penyebab Kenapa Santri Tidak Betah di Pesantren yang bisa penulis rangkum, tentunya ada penyebab lain yang ditemukan pembaca dari berbagai pengalaman.
Untuk menemukan solusi permasalahan tentunya harus diketahui penyebab terlebih dahulu, seperti yang sudah penulis sampaikan diatas bahwa setiap pesantren pasti memiliki solusi tersendiri dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah, karena sejatinya beda pesantren beda pula cara dan strategi yang dilakukan, sesuatu hal yang berhasil dilakukan suatu pesantren, belum tentu hal tersebut berlaku kondusif di pesantren lain, semua bergantung pada situasi internal pesantren, kemampuan dan SDM serta komponen yang ada didalamnya, karena itu dalam artikel ini tidak disertakan uraian solusi.
Keberhasilan pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren tidak terlepas dari peran orangtua, bahkan instansi pemerintah dan okunum masyarakat juga bisa menyokong keberhasilan di dalam pesantren jika dilakukan dengan monitoring controling yang baik, sinergitas antara Internal dan eksternal.
ketika santri bertindak diluar kontrol seperti kabur meningalkan komplek pesantren, tentunya pihak pesantren akan mendapati kemudahan jika memiliki kerja sama dengan masyarakat atau kepolisian setempat.
Penulis :
Andika Novriadi, M.Ag
Posting Komentar untuk "Kenapa Santri Tidak Betah di Pesantren?"
post komentarmu...